Menurut
teori ini, makhluk hidup berasal dari benda tidak hidup atau dengan kata
lain makhluk hidup ada dengan sendirinya. Oleh karena makhluk itu ada
dengan sendirinya maka teori ini dikenal juga dengan teori Generatio
Spontanea. Aristoteles merupakan salah satu pelopor teori ini, dengan
percobaan yang dilakukannya pada tanah yang direndam air akan muncul
cacing.
Pendukung
lain teori Abiogenesis adalah Nedham, seorang ilmuwan dari Inggris.
Nedham melakukan penelitian dengan merebus kaldu dalam wadah selama
beberapa menit kemudian ditutup dengan gabus. Setelah beberapa hari,
terdapat bakteri dalam kaldu tersebut. Nedham berpendapat bahwa bakteri
berasal dari kaldu.
Setelah
ditemukan mikroskop, Antonie van Leeuwenhoek melihat adanya
mikroorganisme (animalculus) di dalam air rendaman jerami. Temuan ini
seolah-olah menguatkan teori Abiogenesis. Para pendukung teori
Abiogenesis menyatakan bahwa mikroorganisme itu berasal dari jerami yang
membusuk. Akan tetapi, Leeuwenhoek menolak pernyataan itu dengan
mengemukakan bahwa mikroorganisme itu berasal dari udara.
Para
penganut abiogenesis tersebut di atas dalam menarik kesimpulan
sebenarnya terdapat kelemahan, yaitu belum mampu melihat benda yang
sangat kecil (bakteri, kista, ataupun telur cacing) yang terbawa dalam
materi percobaan yang digunakan. Hal ini karena pada zaman Aristoteles
belum ditemukan mikroskop. Walaupun ada kelemahan pada percobaan, tetapi
cara berpikir dalam mencari jawaban mengenai asal usul kehidupan di
bumi ini sudah mengacu pada pola metode ilmiah.
Teori
Biogenesis menyatakan bahwa makhluk hidup berasal dari makhluk hidup.
Tokoh pendukung teori ini antara lain Francesco Redi, Lazzaro
Spallanzani, dan Louis Pasteur. Francesco Redi merupakan orang pertama
yang melakukan penelitian untuk membantah teori Abiogenesis.
a. Percobaan Francesco Redi
Francesco
Redi melakukan penelitian menggunakan 8 tabung yang dibagi menjadi 2
bagian. Empat tabung masing-masing diisi dengan daging ular, ikan, roti
dicampur susu, dan daging. Keempat tabung dibiarkan terbuka. Empat
tabung yang lain diperlakukan sama dengan 4 tabung pertama, tetapi
tabung ditutup rapat. Setelah beberapa hari pada tabung yang terbuka
terdapat larva yang akan menjadi lalat.
Berdasarkan
hasil percobaannya, Redi menyimpulkan bahwa ulat bukan berasal dari
daging, tetapi berasal dari telur lalat yang terdapat dalam daging dan
menetas menjadi larva. Penelitian ini ditentang oleh penganut teori
Abiogenesis karena pada tabung yang tertutup rapat, udara dan zat hidup
tidak dapat masuk sehingga tidak memungkinkan untuk adanya suatu
kehidupan. Bantahan itu mendapat tanggapan dari Redi. Redi melakukan
percobaan yang sama, namun tutup diganti dengan kain kasa sehingga udara
dapat masuk dan ternyata dalam daging tidak terdapat larva.
b. Percobaan Lazzaro Spallanzani
Lazzaro
Spallanzani pada tahun 1765 melakukan percobaan untuk menyanggah
kesimpulan yang dikemukakan oleh Nedham. Lazzaro Spallanzani melakukan
percobaan dengan memanaskan 2 tabung kaldu sehingga semua organisme yang
ada di dalam kaldu terbunuh. Setelah didinginkan kaldu tersebut dibagi
menjadi 2, satu tabung dibiarkan terbuka dan satu tabung yang lain
ditutup. Ternyata pada tabung yang terbuka terdapat organisme, sedangkan
pada tabung yang tertutup tidak terdapat organisme.
c. Percobaan Louis Pasteur
Louis
Pasteur melakukan percobaan menggunakan labu leher angsa. Pertama-tama
kaldu direbus hingga mendidih, kemudian didiamkan. Setelah beberapa
hari, air kaldu tetap jernih dan tidak mengandung mikroorganisme.
Adanya leher angsa memungkinkan udara dapat masuk ke dalam tabung,
tetapi mikroorganisme udara akan terhambat masuk karena adanya uap air
pada pipa leher. Namun, apabila tabung dimiringkan hingga air kaldu
sampai ke permukaan pipa, air kaldu tersebut akan terkontaminasi oleh
mikroorganisme udara. Akibatnya setelah beberapa waktu, air kaldu akan
keruh karena terdapat mikroorganisme.
Berdasarkan hasil percobaan para ilmuwan tersebut maka muncullah teori baru yaitu teori Biogenesis yang menyatakan bahwa:
a. setiap makhluk hidup berasal dari telur = omne vivum ex ovo,
b. setiap telur berasal dari makhluk hidup = omne ovum ex vivo,
c. setiap makhluk hidup berasal dari makhluk hidup sebelumnya = omne vivum ex vivo.
Perhatikan ikhtisar percobaan yang dilakukan oleh Nedham, L. Spallanzani, dan L. Pasteur dalam Tabel berikut.
Keterangan
|
Nedham
|
L.
Spallanzani
|
L.
Pasteur
|
Bahan
Reaksi
|
Kaldu
Merebus kaldu beberapa menit, kemudian menutup botol dengan sumbat
gabus
Tumbuh bakteri
|
Kaldu
Merebus kaldu cukup
lama sehingga semua organisme mati botol ditutup dengan rapat
Tidak tumbuh bakteri
|
Kaldu
Merebus kaldu hingga mendidih,memasukkan kaldu dalam botol kemudian leher angsa
Tidak tumbuh bakteri
|
Teori
Cosmozoic atau teori Kosmozoan menyatakan bahwa asal mula makhluk hidup
bumi berasal dari ”spora kehidupan” yang berasal dari luar angkasa.
Keadaan planet di luar angkasa diliputi kondisi kekeringan, suhu yang
sangat dingin serta adanya radiasi yang mematikan sehingga tidak
memungkinkan kehidupan dapat bertahan. Pada akhirnya spora kehidupan itu
sampai ke bumi. Teori ini tidak dapat diterima oleh banyak ilmuwan.
Teori ini
berpandangan bahwa makhluk hidup diciptakan oleh Tuhan seperti apa
adanya. Paham ini hanya membicarakan perkembangan materi sampai
terbentuknya organisme tanpa menyinggung asal usul materi kehidupan.
Penciptaan setiap jenis makhluk hidup terjadi secara terpisah. Teori ini
tidak berdasarkan suatu eksperimen.
Teori ini
mencoba menggali informasi asal usul makhluk hidup dari sisi biokimia.
Menurut Oparin dalam bukunya yang berjudul The Origin of Life (1936)
menyatakan bahwa asal mula kehidupan terjadi bersamaan dengan evolusi
terbentuknya bumi beserta atmosfernya. Alexander Oparin adalah ahli
evolusi molekular berkebangsaan Rusia.
Lebih lanjut, Oparin menjelaskan bahwa pada mulanya atmosfer bumi purba terdiri atas metana (CH4), amonia (NH3), uap air (H2O), dan gas hidrogen (H2). Oleh karena adanya pemanasan dan energi alam, berupa sinar kosmis dan halilintar, gas-gas tersebut mengalami perubahan menjadi molekul organik sederhana, sejenis substansi asam amino.
Lebih lanjut, Oparin menjelaskan bahwa pada mulanya atmosfer bumi purba terdiri atas metana (CH4), amonia (NH3), uap air (H2O), dan gas hidrogen (H2). Oleh karena adanya pemanasan dan energi alam, berupa sinar kosmis dan halilintar, gas-gas tersebut mengalami perubahan menjadi molekul organik sederhana, sejenis substansi asam amino.
Selama
berjuta-juta tahun, senyawa organik itu terakumulasi di cekungan
perairan membentuk primordial soup, seperti semacam campuran
materi-materi di lautan panas. Tahap selanjutnya, primordial soup ini
membentuk monomer. Monomer bergabung membentuk polimer. Polimer
membentuk agregasi berupa protobion. Protobion adalah bentuk awal sel
hidup yang belum mampu bereproduksi, tetapi mampu memelihara lingkungan
kimia dalam tubuhnya.
Di samping itu, protobion juga telah memperlihatkan sifat yang berhubungan dengan makhluk hidup, seperti dapat melakukan metabolisme, kemampuan menerima rangsang, dan bereplikasi sendiri. Terbentuknya polimer dari monomer-monomer telah dibuktikan oleh Sydney W. Fox. Dalam percobaannya, Fox memanaskan 18–20 macam asam amino pada titik leburnya dan didapatkan protein.
Di samping itu, protobion juga telah memperlihatkan sifat yang berhubungan dengan makhluk hidup, seperti dapat melakukan metabolisme, kemampuan menerima rangsang, dan bereplikasi sendiri. Terbentuknya polimer dari monomer-monomer telah dibuktikan oleh Sydney W. Fox. Dalam percobaannya, Fox memanaskan 18–20 macam asam amino pada titik leburnya dan didapatkan protein.
Pendapat
Alexander Oparin mendapat dukungan dari ahli kimia Amerika Serikat,
bernama Harold Urey. Urey menyatakan bahwa atmosfer bumi purba terdiri
atas gas-gas metana (CH4), amonia (NH3), uap air (H2O), dan gas hidrogen
(H2). Dengan adanya energi alam (berupa halilintar dan sinar kosmis),
campuran gas-gas tersebut membentuk asam amino.
Pada tahun
1953, seorang mahasiswa Harold Urey, yaitu Stanley Miller (USA) mencoba
melakukan eksperimen untuk membuktikan kebenaran teori yang dikemukakan
Urey. Percobaannya itu juga dikenal dengan eksperimen Miller-Urey.
Miller
menggunakan campuran gas yang diasumsikan terdapat di atmosfir bumi
purba, yaitu amonia, metana, hidrogen, dan uap air dalam percobaannya.
Oleh karena dalam kondisi alamiah gas-gas itu tidak mungkin bereaksi,
Miller memberi stimulus energi listrik tegangan tinggi, sebagai
pengganti energi alam (halilintar dan sinar kosmis).
Miller mendidihkan campuran gas tersebut pada suhu 100oC selama seminggu. Pada akhir percobaan, Miller menganalisis senyawa-senyawa kimia yang terbentuk di dasar gelas percobaan dan menemukan 3 jenis dari 20 jenis asam amino.
Miller mendidihkan campuran gas tersebut pada suhu 100oC selama seminggu. Pada akhir percobaan, Miller menganalisis senyawa-senyawa kimia yang terbentuk di dasar gelas percobaan dan menemukan 3 jenis dari 20 jenis asam amino.
Alat percobaan Miller-Urey Terdiri atas bagian yang berupa sebuah tabung tertutup yang dihubungkan dengan 2 ruangan. Ruangan atas berisi beberapa gas yang menggambarkan keadaan atmosfer bumi purba. Selanjutnya pada tempat ini diberi percikan listrik yang menggambarkan halilintar.
Kondensor berfungsi untuk mendinginkan gas, menyebabkan terbentuknya tetesan-tetesan air dan berakhir pada ruangan pemanas kedua yang menggambarkan lautan. Beberapa molekul kompleks yang terbentuk di ruangan atmosfer, dilarutkan dalam tetesan-tetesan air ini dan dibawa ke ruangan lautan tempat sampel yang terbentuk diambil untuk dianalisis.
Keberhasilan
percobaan Miller ini memunculkan hipotesis lanjutan tentang asal usul
kehidupan. Para evolusionis menyatakan bahwa asam-asam amino kemudian
bergabung dalam urutan yang tepat secara kebetulan untuk membentuk
protein. Sebagian protein-protein yang terbentuk secara kebetulan ini
menempatkan diri mereka pada struktur seperti membran sel yang diikuti
pembentukan sel primitif. Sel-sel ini kemudian bergabung membentuk
organisme hidup. Mereka menyebutnya sebagai evolusi biologi.
Oparin dan
Haldane serta teori Urey menyebutkan bahwa zat organik (asam amino) yang
merupakan bahan dasar penyusun makhluk hidup, pada mulanya terakumulasi
di lautan. Kenyataan saat ini menunjukkan bahwa dalam sel-sel tubuh
makhluk hidup mengandung garam (NaCl). Hal ini mendasari kesimpulan
bahwa makhluk hidup berasal dari laut.
Evolusi
biologi dimulai pada saat pembentukan sel. Asam amino yang terbentuk
dari evolusi kimia akan bergabung membentuk makromolekul. Hal ini
dibuktikan pada penelitian Sidney W. Fox. Larutan yang mengandung
monomer-monomer organik diteteskan ke pasir, batu, atau tanah yang panas
sehingga mengalami polimerisasi.
Hasil polimerisasi ini dinamakan proteinoid. Apabila proteinoid dicampur dengan air dingin terbentuklah kumpulan proteinoid yang menyusun tetesan kecil yang disebut mikrosfer. Mikrosfer memiliki beberapa sifat hidup yang mempunyai membran selektif permeabel namun belum dapat dikatakan hidup.
Hasil polimerisasi ini dinamakan proteinoid. Apabila proteinoid dicampur dengan air dingin terbentuklah kumpulan proteinoid yang menyusun tetesan kecil yang disebut mikrosfer. Mikrosfer memiliki beberapa sifat hidup yang mempunyai membran selektif permeabel namun belum dapat dikatakan hidup.
Oparin
menggunakan istilah koaservat untuk mikrosfer. Koaservat merupakan
tetesan koloid yang terbentuk saat larutan protein, asam nukleat, dan
polisakarida dikocok. Substansi dalam koaservat dapat membentuk enzim
yang berperan dalam pengambilan bahan dari lingkungan sebagai bahan
pembentuk tubuh. Adanya deretan molekul-molekul lipid dan protein yang
membatasi koaservat dengan lingkungan luar sekitarnya, telah dianggap
sebagai selaput sel primitif.
Selaput sel
primitif ini menyebabkan stabilitas koaservat akan tetap terjaga.
Selaput sel primitif ini diperkirakan berperan dalam pengaturan
pertukaran substansi antara koaservat dan lingkungan sekitarnya.
Koaservat dengan selaput lipid protein mungkin merupakan tipe sel
primitif yang disebut protosel. Protosel kemudian akan membentuk sel
awal yang merupakan permulaan dari organisme uniselular. Oleh karena
keadaan atmosfer saat itu tidak mengandung O2, organisme awal tersebut
diperkirakan bersifat prokariotik, anaerob, dan heterotrof.
Perkembangan
protosel menjadi organisme uniselular maupun multiselular tidak
terlepas dari sistem genetik pada protosel itu sendiri. Sehubungan
dengan hal itu, seorang ahli biokimia dari Havard yaitu Walter Gilbert
pada tahun 1986 mengajukan hipotesis dunia RNA. Menurut hipotesis itu,
miliaran tahun yang lalu sebuah molekul RNA yang dapat mereplikasi
terbentuk secara kebetulan.
Melalui
pengaktifan oleh lingkungan, RNA ini dapat memproduksi protein.
Selanjutnya, diperlukan molekul kedua untuk menyimpan informasi
tersebut, maka dengan suatu cara tertentu terbentuklah DNA. Segera
setelah protosel memperoleh gen yang mampu mereplikasi menyebabkan
protosel mampu bereproduksi, dan dimulailah proses evolusi biologi.
Sejarah kehidupan pun telah dimulai. Selanjutnya organisme-organisme
mengalami proses evolusi menurut jalur kehidupan yang berbeda-beda.
sumber : http://www.materisma.com/2014/03/teori-asal-usul-kehidupan-teori-evolusi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar